Authors
Elif Pardiansyah
Publication date
2022/6/23
Journal
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam
Volume
8
Issue
2
Pages
1270-1285
Description
Riba secara etimoloogis berarti bertambah (al-ziyadah), tumbuh (an-numuw), meningkat (al-‘uluw). Secara terminologis, riba adalah tambahan atas pokok utang yang diperjanjikan atau dipersyaratkan sebagai imbalan atas masa pembayaran utang. Riba secara mutlak, tegas dan jelas hukumnya haram menurut al-Qur-an, As-Sunnah, dan ijma ulama. Secara umum riba dibagi menjadi dua jenis, yakni riba dalam utang-piutang (riba duyun/riba qardh) dan riba dalam jual-beli (riba buyu’). Maqashid (tujuan) diharamkannya riba: 1) menghindari terjadi praktik kezaliman terhadap pelaku bisnis; 2) melanggar kaidah sifat dasar pinjaman/utang sebagai transaksi kebaikan/sosial yang diubah menjadi transaksi bermotif bisnis; mencegah kezaliman yang dilakukan pihak kreditur terhadap debitur dengan mengeksploitasi bunga atas utang; menghindari gharar dalam pertukaran/jual-beli; dan agar uang tidak menjadi komoditas yang diperjualbelikan. Kriteria riba qardh yang diharamkan manakala tambahan utang diperjanjikan di dalam akad atau hadiah/tambahan tersebut dibayarkan sebelum pelunasan utang. Adapun riba buyu’terjadi manakala melanggar dua kaidah riba jual-beli, pertukaran barang ribawi sejenis harus memenuhi kriteria sama kualitas dan kuantitas, serta harus tunai, jika pertukaran berbeda jenis maka syaratnya harus tunai dan boleh menetapkan margin di dlamnya. Dalam praktiknya, riba qardh banyak terjadi dalam produk fintech, asuransi, pasar modal, perbankan konvensional dan bisnis turunannya. Adapun praktik riba buyu’terjadi dalam transaksi valuta asing, dalam pertukaran uang sejenis yang marak terjadi secara daring.
Total citations
2021202220232024142111